Sabtu, 29 Desember 2012

Endriartono-Sutarto-pemikiran-Kepemimpinan-Nasional

Berita, News, UPDATE PEMIKIRAN ENDRIARTONO SUTARTO CALON PRESIDEN RI 2014 (DIKUTIP LANGSUNG DARI WEB RESMI 

Pendahuluan

Kodrat manusia sesungguhnya tidak pernah lepas dari perannya sebagai pemimpin. Yang membedakan antara satu manusia dengan lainnya hanyalah seberapa besar lingkup kepemimpinan yang diembannya. Manusia juga merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, karenanya dimensi kepemimpinan memegang peran penting dalam kehidupan sehari-hari manusia. Maju tidaknya suatu komunitas masyarakat akan dapat dilihat dari kualitas dan kondisi kepemimpinan di masyarakat tersebut.

Kepemimpinan yang mampu menciptakan kebersamaan dan kolektivitas yang dinamis akan mampu membawa masyarakat untuk terus bergerak maju dalam meraih cita-cita bersamanya. Hanya kepemimpinan kuat yang akan mampu menciptakan daya saing dan keunggulan tinggi bagi masyarakat yang dipimpinnya sehingga mampu berkompetisi secara sehat di tataran lokal, nasional, ataupun global.

Kepemimpinan kuat dan effektif pula yang mutlak dibutuhkan untuk membangun Bangsa, pembangunan nasional yang tepat prinsip dan tepat arah untuk mengisi kemerdekaan sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan UUD '45.

Mengapa kita perlu dan harus membangun jiwa kepemimpinan mahasiswa? Lebih jauh, kepemimpinan seperti apa yang relevan untuk mahasiswa saat ini?

Mahasiswa hingga kini masih merupakan bagian kecil dan terletak pada lapisan di atas dalam strata sosial masyarakat Bangsa Indonesia. Menjadi mahasiswa merupakan status yang tinggi, dan "status tinggi" selalu datang bersama "tanggung-jawab besar" menyertainya. Seiring kesempatan menikmati pendidikan tinggi, mahasiswa mendapat beban tanggung-jawab menjadi agen-agen perubahan (agent of change) menuju perbaikan kemakmuran, kesejahteraan, dan taraf hidup bangsa secara keseluruhan. Dalam konteks ini mahasiswa diharapkan berpikir dan menyiapkan diri.

Kini, saat negara dalam belitan krisis dalam berbagai bentuk: kebebasan politik dan demokratisasi dibajak oleh kepentingan kelompok tertentu, Pancasila sebagai ideologi Bangsa seolah terabaikan, ekonomi nasional tumbuh relatif cepat tetapi ketimpangan sosial makin menjadi-jadi, kerukunan sosial dan toleransi antar golongan dan antar agama luntur, kita semua mulai khawatir terhadap integritas dan prospek pencapaian cita-cita kemerdekaan kita. Pada saat seperti ini negara kita sangat berharap kepada pemuda, mahasiswa, untuk menunjukkan baktinya, dan untuk itu mahasiswa dituntut menyiapkan diri dan membangun jiwa kepemimpinan yang kuat.

Pemimpin dan Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain agar mau bertindak secara sukarela untuk mengikuti atau mengerjakan sesuatu yang dikehendaki pihak yang mempengaruhi. Kepemimpinan adalah art of influencingand controlling other people.

Kepemimpinan mencakup proses mempengaruhi pengikut dalam menentukan tujuan bersama organisasi, memotivasi mereka untuk bekerja dalam rangka mencapai tujuan bersama, dan mempengaruhi perilaku mereka dalam bekerja serta memperbaiki kelompok dan budayanya. Proses itu hanya dapat dilakukan dengan efektif melalui keteladanan oleh pribadi-pribadi terpilih.

Seorang pemimpin hakekatnya adalah pribadi yang memiliki pandangan ke depan dan mampu berpikir secara rasional, berjiwa besar sehingga mampu bersikap rendah hati yang senantiasa membuatnya mawas diri. Seorang pemimpin sejati berani bertindak tegas dan peduli terhadap masyarakatnya. Dia merupakan pribadi yang bukan hanya mau dan mampu mendengar, tetapi juga pribadi yang mau bertindak dengan memahami resiko akan tindakannya tersebut.

Pada dasarnya pemimpin itu adalah pribadi yang berkorban. John F. Kennedy pernah menyatakan: "ask not what your country can do for you, ask what you can do for your country". Seorang pemimpin harus siap mengabdi dan melayani masyarakatnya. Kepemimpinan yang melayani (servant leadership) merupakan model kepemimpinan yang memiliki cara pandang holistik, mengedepankan pelayanan dan mengutamakan dalam memenuhi kebutuhan, kepentingan serta aspirasi masyarakatnya.

Pemimpin juga adalah pribadi yang cinta pada yang dipimpinnya, pada bangsanya dan terutama pada agamanya. Insyallah kalau pemimpin mampu mencintai ketiganya, niscaya ia akan selalu berada di jalan Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa. Pemimpin juga harus memiliki standar moral untuk dapat membawa bangsanya menuju kemakmuran dan kesejahteraan.

Seperti itulah hendaknya konsep berpikir seorang pemimpin; orang-orang seperti ini adalah:

•           Pengarah perjalanan bangsa

•           Pengurai kompleksitas persoalan

•           Pemberi solusi

•           Pendorong motivasi

•           Penentu kecenderungan

Model kepemimpinan seperti itulah yang akan mampu membawa masyarakat melewati krisis dan masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Sesungguhnya, kesuksesan suatu bangsa bukan karena luasnya wilayah, banyaknya penduduk, atau melimpahnya kekayaan alamnya melainkan karena para pemimpinnya yang berfikir besar dan melakukan langkah-langkah besar dan bersejarah.

Kepemimpinan Effektif

Kepemimpinan yang efektif akan menuntut dua hal pokok: (a) karakter/sikap, dan (b) kapasitas/kompetensi. Karakter dan sikap terpenting yang harus dimiliki seorang pemimpin meliputi kejujuran dan kredibilitas, memiliki rasa percaya diri dan keberanian (confidence and courage), loyalitas yang tinggi kepada visi dan tujuan organisasi serta kepentingan rakyat pengikutnya, mampu mengendalikan diri dalam krisis (calmness in crisis), dan memiliki rasa tanggung-jawab yang besar kepada pengikut, rakyat, dan lingkungannya.

Dalam aspek kapasitas dan kompetensi, seorang pemimpin dituntut: memiliki pandangan jauh ke depan (visionary), penguasaan yang baik terhadap bidang yang ditanganinya (competent), memiliki keahlian berkonsep (conceptualizing), mampu mengambil keputusan dengan cepat dan tepat (decisive), memiliki kemampuan memberdayakan pengikutnya, responsive, dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik.

Seorang pemimpin effektif harus memiliki visi yang jelas, dan mampu membaginya dengan orang-orang yang dipimpin, meyakinkan pendukungnya akan kebenaran arah yang diambil. Tidak ada kekuatan yang mampu memotivasi terjadinya perubahan dalam organisasi, masyarakat, dan bangsa lebih kuat daripada visi yang jelas.

Pemimpin harus dapat memberikan inspirasi terkait perubahan dan memiliki arah yang jelas kemana organisasi yang dipimpinnya akan dibawa. Lebih jauh dari itu, seorang pemimpin effektif harus memiliki kemampuan untuk menterjemahkan visinya ke dalam langkah-langkah strategis dan teknis operasional demi mencapai sasaran dan tujuan dalam visinya.

Pemimpin yang visioner mampu melihat jauh ke depan dan memperkirakan perubahan lingkungan strategis yang akan terjadi di masa datang, dan menyiapkan organisasi dan/atau pengikut/bangsa-nya bagi lingkungan dengan tantangan dan peluang yang bisa sama sekali lain dari yang sedang terjadi saat ini. Pemimpin seperti ini akan berada di depan perubahan, bertindak antisipatoris dan tidak reaktif.

Kemampuan komunikasi yang baik pada tataran massal maupun interpersonal sangat dibutuhkan dari seorang pemimpin. Pertama-tama, dia harus memiliki kemampuan untuk membuat anggota organisasinya, pengikutnya, benar-benar memahami visinya. Semua kebijakan dan langkah yang diambil oleh para pemimpin harus dikomunikasikan dengan baik kepada anggota dan masyarakat yang dipimpinnya.

Seorang pemimpin yang effektif harus responsif, selalu tanggap terhadap berbagai kebutuhan, harapan, dan impian anggotanya, masyarakatnya, rakyatnya. Seorang pemimpin dituntut selalu tanggap terhadap perkembangan dan persoalan yang muncul setiap saat seiring langkah pelaksanaan program menuju pencapaian visinya. Selain itu, dia juga harus selalu proaktif dan cepat dalam mencari pemecahan terhadap setiap persoalan dan tantangan yang dihadapi.

Seorang pemimpin yang effektif harus mampu memberdayakan pengikutnya, mengerahkan sekaligus melatih atau membimbing orang-orang yang dipimpinnya. Dia harus mampu menginspirasi, memberikan semangat, dan membina kemampuan anak buah dan pengikutnya untuk bekerja bersama-sama dalam rangka mencapai sasaran dan tujuan organisasi.

Disamping itu semua, seorang pemimpin yang effektif harus bisa mempercayai dan membangun saling percaya yang kuat dengan pengikutnya dan diantara pengikutnya. Selaras dengan itu, seorang pemimpin effektif harus mampu membangun dan menjalankan dengan konsisten sistem akuntabilitas untuk mengendalikan pelaksanaan program-programnya.

Problematika Bangsa Saat Ini

Indonesia kini adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat, sekaligus negara dengan populasi keempat terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Dalam beberapa tahun terakhir ini, Indonesia mampu menorehkan berbagai prestasi dalam menjalankan agenda reformasi. Keterbukaan dan kehidupan politik menjadi sangat demokratis hanya dalam tempo beberapa tahun, menyusul peristiwa Reformasi 1998.

Tetapi harus diakui bahwa demokratisasi yang pesat tersebut belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia lebih dekat dengan kemakmuran dan kesejahteraan. Demokratisasi telah dimaknai secara salah, dengan melupakan sisi tanggung-jawab sosialnya, dan bahwa demokratisasi hanyalah merupakan alat dan bukan tujuan. Aktor-aktor politik yang kini tengah di atas panggung lupa kepada tanggung-jawab yang mendasar dan cita-cita utama bahwa kemerdekaan dan demokrasi tiada lain kecuali wahana yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya demi mewujudkan ketertiban umum, perdamaian abadi, dan kesejahteraan sosial.

Ekonomi juga bertumbuh secara signifikan di tengah hantaman krisis finansial global, pada saat negara-negara maju khususnya Amerika Serikat yang secara tradisional menjadi motor penggerak ekonomi dunia masih harus berjuang menstabilkan pertumbuhannya. Ditengah Eropa yang tak kunjung bangkit dari krisis, dengan ekonomi Yunani yang sempat nyaris bangkrut, Portugal, Spanyol, dan Itali terlilit utang, Indonesia tumbuh dengan laju 6,5% per tahun.

Namun demikian kita juga harus berani jujur dan mengakui bahwa keberhasilan pertumbuhan ekonomi itu baru dinikmati oleh sebatas kelompok tertentu saja. Sebagian terbesar rakyat masih harus berjuang untuk dapat hidup secara wajar. Ketimpangan pendapatan makin hari makin memilukan; publikasi terakhir menunjukkan Gini Ratio, yang merupakan indikator ketimpangan menunjukkan kenaikan secara konsisten sejak 2002, dan kini angka tersebut bertengger di tingkat 0,41. Secara kasar, Gini Ratio sebesar 0,41 dapat dibayangkan setara dengan situasi dimana 10% penduduk terkaya menikmati 41% dari pendapatan nasional kita; bisa dibayangkan ketimpangan pendapatan yang mendasarinya.

Harian Seputar Indonesia, edisi 30 Nopember 2012, memberitakan betapa perkembangan jumlah orang Indonesia yang masuk dalam jajaran orang terkaya dunia demikian pesat. Dalam pemberitaan itu juga terbaca betapa orang-orang terkaya Indonesia menikmati pertumbuhan kekayaan yang sangat cepat dalam beberapa tahun terakhir ini. Ini sungguh sesuatu yang memprihatinkan, dan bukan alasan untuk kita sebagai Bangsa Indonesia berbangga hati. Kita wajar bangga hanya ketika kita bisa membaca reportase yang mengabarkan tidak ada lagi orang Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Penegakan hukum juga masih kedodoran, dan telah menyebabkan terganggunya tingkat kepercayaan masyarakat pada aparat hukum, pada pemerintah, yang lalu mendorong rakyat, untiuk menyelesaikan sendiri atas permasalahan hukum yang membelit dirinya. Lalu ada kelompok-kelompok ekstrim yang mengatasnamakan agama mendiktekan apa yang diyakininya untuk dipaksakan pada kelompok masyarakat lainnya tanpa mampu di cegah dan dihalang-halangi negara. Padahal negara seharusnya punya kedaulatan yang tidak bisa didikte oleh siapapun atau kelompok manapun bahkan juga oleh negara manapun.

Kemiskinan absolut dalam jumlah jutaan penduduk, kesenjangan sosial yang makin melebar, dan tingginya tingkat pengangguran memicu kriminalitas. Pada saat yang sama bara konflik di beberapa daerah tak kunjung reda, menghasilkan masuknya Indonesia dalam status warning menuju negara gagal seperti apa yang tercantum dalam hasil survey lembaga Fund for Peace.

Ini merupakan pekerjaan rumah kita semua dan harus diselesaikan. Keberhasilan pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan bisa hanya tinggal menjadi cerita saja jika Pemerintah tidak mampu menyelesaikan permasalahan mendasar yang menjadi tantangan utama agenda reformasi seperti pemberantasan korupsi, yang hingga kini masih jauh dari harapan masyarakat banyak.

Bahkan kalau kita simak, kecenderungannya justru semakin hari semakin merajalela yang terjadi di berbagai sektor baik itu di Eksekutif, Legislatif bahkan juga di lembaga Yudikatif.

Kepemimpinan Untuk Indonesia Masa Depan

Model kepemimpinan yang dibutuhkan sebuah organisasi/masyarakat atau bangsa sangat bergantung pada tantangan yang dihadapinya. Globalisasi dan perkembangan lingkungan strategis lainnya akan lebih lanjut mempengaruhi pemimpin dan kepemimpinan seperti apa yang relevan untuk Indonesia masa depan.

Merujuk pada berbagai problematika yang dihadapi bangsa ini, yang sebagian kecil telah diuraikan secara ringkas di atas, kita memerlukan kepemimpinan masa depan di berbagai jenjang dengan karakteristik sebagai berikut. Disamping karakteristik-karakteristik sebagaimana diuraikan di bagian depan (Paragraf – 3), pemecahan terhadap berbagai persoalan bangsa ini di semua tingkatan memerlukan pemimpin-pemimpin yang memiliki wawasan kebangsaan yang kuat, negarawan dan concensus builders, rekam jejak yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta adil, tegas, dan berani mengambil resiko.

Wawasan kebangsaan dan kesadaran sejarah yang kuat merupakan keharusan mutlak dimiliki pemimpin kita di semua tingkatan. Keyakinan akan pluralitas bangsa, kebangsaan politik, dan semangat Persatuan Indonesia merupakan karakter yang sama sekali tidak dapat dikompromikan demi menjaga integritas Indonesia bukan hanya dalam arti wilayah teritorial tetapi juga sekaligus integritas dalam pengertian kebangsaan. Hal ini mungkin kedengaran klise, tetapi menyimak kejadian konflik primordial berbasis etnik dan agama yang makin marak akhir-akhir ini, kita tidak bisa memungkiri keharusan kuatnya wawasan kebangsaan dalam diri setiap.

Kita memerlukan pemimpin-pemimpin yang Negarawan dan consensus builder – memiliki kemampuan persuasi yang tinggi untuk meyakinkan dan mengajak seluruh elemen bangsa, baik kawan maupun lawan politik, bekerjasama dan mengedepankan kepentingan bangsa. Kita saksikan bahwa menyusul reformasi yang membawa berkah keterbukaan politik dan demokratisasi, ternyata pada saat yang sama "politik praktis" sengaja atau tidak sengaja telah "menggilas politik kebangsaan".

Belakangan kita saksikan betapa pertarungan politik terjadi sedemikian, seolah melupakan bahwa di atas semua kepentingan politik yang pragmatis terdapat kepentingan kebangsaan yang lebih besar. Sebagai contoh, hiruk pikuk penyusunan UU Partai Politik dan UU Pemilihan Umum, yang dilakukan setiap lima tahun sekali oleh partai-partai di dalam parlemen, yang secara kasat mata nampak sarat kepentingan melanggengkan kekuasaan. Contoh lain, hiruk-pikuk sempat kita lihat seputar upaya beberapa partai politik untuk merevisi UU tentang KPK tempo hari. Masih banyak contoh lain.

Menghadapi situasi seperti ini, dimana banyak aktor politik dan simpul-simpul kepentingan cenderung berpikir dengan horizon yang makin pendek dan mengesampingkan kepentingan bangsa jangka panjang, kita memerlukan pemimpin yang mampu meyakinkan semua kekuatan politik yang ada untuk bersepakat untuk tetap menjunjung tinggi kepentingan bangsa dan negara dan berpikir dalam horizon lebih jauh ke depan.

Kejujuran merupakan awal dari moralitas pribadi dan moralitas public seorang pemimpin, dan sekaligus merupakan indikator yang utama bagi kekuatan karakter seorang pemimpin. Kemampuan memisahkan kepentingan pribadi dari kepentingan publik/jabatan makin langka dimiliki. Etika layanan publik, sikap untuk menghindari konflik kepentingan dalam menjalankan tugas merupakan sesuatu yang makin tidak mengedepan dalam praktek sehari-hari. Kita saksikan baru-baru ini betapa Polri bersikukuh dengan berbagai alasan untuk menyidik anggota korps-nya sendiri yang diindikasikan melakukan tindak pidana korupsi. Penerapan standar etika layanan publik (ethic of public service) yang tinggi otomatis akan melarang seorang pejabat menyidik orang-orang yang memiliki hubungan pribadi, serta sebuah lembaga menyidik sendiri anggotanya yang diduga melakukan pelanggaran pidana seperti pidana korupsi.

Pemimpin untuk Indonesia di masa depan harus adil, tegas bersikap, dan berani mengambil resiko. Seorang pemimpin tidak mungkin bisa mengambil keputusan yang menyenangkan semua orang. Keputusan yang diambil, meski mungkin tidak menyenangkan sebagian atau bahkan sebagian besar rakyat pada mulanya, boleh saja diambil atas dasar keadilan dan visi yang jelas, serta nilai strategis dan kebaikan bagi semua, yang bisa dijelaskan alasan-alasannya. Kebaikan bangsa dalam jangka panjang sering membutuhkan pengorbanan dalam jangka pendek. Hal yang sangat penting dijaga dalam setiap pengambilan keputusan adalah: keadilan dan resiko yang tertimbang. Sekali keputusan diambil, seorang pemimpin harus berani mengambil resiko terkait dengan keputusannya.

Disamping itu semua, seorang pemimpin Indonesia masa depan harus siap mengabdi dan melayani masyarakatnya. Kepemimpinan yang melayani (servant leadership) merupakan model kepemimpinan yang memiliki cara pandang holistik, mengedepankan pelayanan dan mengutamakan dalam memenuhi kebutuhan, kepentingan serta aspirasi masyarakatnya.

Model kepemimpinan seperti itulah yang akan mampu membawa masyarakat melewati krisis dan masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Pemimpin harus memiliki standar moral yang tinggi untuk dapat membawa bangsanya menuju kemakmuran dan kesejahteraan. Sesungguhnya, kesuksesan suatu bangsa bukan karena luasnya wilayah, banyaknya penduduk, atau melimpahnya kekayaan alamnya melainkan karena para pemimpinnya yang berfikir besar dan melakukan langkah-langkah besar dan bersejarah.

Penutup

Sebagai penutup kita perlu garis-bawahi urgensi upaya untuk mewujudkan apa yang terkandung dalam tema yang disusun oleh BEM Institut Teknologi Telkom untuk acara kita hari ini. "Membentuk Mahasiswa Ideal dengan Semangat Nasionalisme dan Filosofi Pancasila Sebagai Kekuatan Utama dalam Menjaga Keutuhan NKRI" memang penting dan mendesak untuk dilakukan. Tema ini secara implisit menunjukkan adanya kesadaran terhadap pentingnya mempertebal rasa persatuan dan kebangsaan serta kesadaran untuk senantiasa berpegang pada Pancasila sebagai filosofi hidup berbangsa dan bernegara, yang belakangan mulai terasa menipis.

Bangsa Indonesia kini menghadapi tantangan yang berbeda, substansi maupun bentuknya. Yang kita hadapi sekarang adalah globalisasi dengan segala aturan mainnya, bukan penjajah bersenjata. Pertempuran yang riil terjadi kini terjadi dan harus kita menangkan dengan jalan damai terjadi di wilayah budaya, nilai, dan sosial ekonomi. Kita sekarang bertarung dalam produktivitas untuk memungkinkan kita memenangi pertarungan kompetisi global. Mahasiswa, sebagai inti dari generasi muda bangsa, dituntut untuk mempersiapkan diri demi menjadi pemimpin-pemimpin dengan karakter kuat dan berwawasan kebangsaan dalam perjalanan untuk reinventing Indonesia, menemukan kembali kebesaran sebagai Bangsa.

Di bidang apapun nantinya mengabdi: di pemerintahan, dunia usaha, baik sebagai professional maupun sebagai entrepreneur dan pengusaha, generasi muda kita, mahasiswa kita, dituntut menunjukkan kepemimpinan dengan semangat menegakkan persatuan dan kebangsaan Indonesia. Kita sangat tidak ingin generasi muda kita, khususnya mahasiswa hanya berpikir untuk cari selamat untuk diri sendiri. Generasi muda harus berpikir besar, selalu meletakkan kerja dan karyanya dalam kesadaran untuk secara bersama-sama mengisi kemerdekaan.

Generasi muda sekarang harus menyiapkan diri untuk menjadi pejuang-pejuang yang kontekstual, menjawab tantangan-tantangan jamannya secara effektif, tetapi berpegang teguh pada cita-cita kolektif sebagai Bangsa.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCPenney Coupons